sebuah cerita "sampai kakek nenek"



Sepenggal Karangan Sebuah Cerita,
"Sampai Kakek Nenek", original word by: tito
Ketika sore itu langit begitu gelap karena mendung, aku bersiap-siap pulang karena memang jam kantor telah selesai, kuambil sepeda motorku di tempat parkir, kuhidupkan mesinnya lalu mulai ku tancap gas dan mulai ku melaju dengan pelan. Aku lewati route yang biasa aku lewati, tampak orang-orang mulai melaju kendaraan mereka dengan kencang karena tampaknya memang hujan segera turun. Apa yang terjadi memang benar, di tengah-tengah perjalanan - seketika itu dengan cepat air dari langit mengguyur bumi dan membasahi jalan, sehingga akupun memutuskan untuk mencari tempat berteduh. Tibalah aku di pinggir sebuah toko kecil yang sepi pengunjungnya, lalu kuparkirkan motorku dan
kududuk di atasnya. Di situ aku temui orang-orang lain yang juga berteduh, ada anak sekolahan yang tasnya sudah basah dan berusaha mengeringkan buku-bukunya, ada orang-orang muda yang berpakaian olahraga, ada seorang ibu yang menggendong bayinya, ada seorang wanita cantik tapi sombong yang sibuk mengotak -atik HP, ada pengemis yang sedang makan nasi bungkus dan bermacam-macam orang
tumpah ruah di situ. namun satu hal yang menarik yaitu ada sepasang kakek nenek yang sepertinya belum begitu tua - berjualan gorengan di pinggir toko itu. karena hawa dingin membuat aku lapar perutkupun udah mulai keroncongan dan juga hujan tampaknya tak kunjung reda, maka aku bangkit dari sepeda motorku dan menghampiri kakek nenek tersebut untuk membeli beberapa gorengan, pisang goreng jumlahnya dua; tempe goreng jumlahnya satu; nanas goreng dua; dan tahu brontak empat. Dengan cekatan dan kompak mereka mulai menyajikannya untukku dibungkus dalam plastik berwarna putih. lalu aku duduk disebuah kursi dekat gerobak mereka dan sambil melahap gorengan tadi aku mulai ngobrol dengan kakek tersebut, dan ku tahu ternyata mereka sepasang suami istri. Kakek itu mulai bercerita dengan semangat sekali, kakek itu bercerita tentang kehidupannya. Ia bercerita bahwa dulunya ia adalah orang yang sangat kaya sekali, pengusaha yang mempunyai 8 perusahaan di dalam dan luar negri. Ia mengalami kebangkrutan karena relasi-relasi bisnisnya yang sudah ia percayai secara diam-diam bersatu menjatuhkannya dan menjebaknya sehingga ia terlilit utang yang begitu banyak dan menyeret harta kekayaannya. Pada waktu itu ia mempunyai 2 anak cewek cowok yang sudah berkeluarga, maka dengan akalnya agar semua hartanya tidak habis tersita maka sebagian hartanya dialihkan ke dua anaknya dan mengungsikan mereka di luar negri. Lalu mereka berdua hidup mengandalkan sedikit harta, mengkontrak sebuah rumah kecil dan memulai usaha gorengan tersebut dengan modal kecil, usaha yang telah dijalankan selama 4 tahun setelah kejadian itu. Namun sejak saat itu tidak terdengar lagi tentang kabar anak-anaknya. Mereka tetap menanti anak-anaknya untuk saling dipertemukan, walaupun kabar terakhir mengatakan bahwa anak-anak mereka telah menjadi gelap mata karena harta melimpah yang telah dimilikinya dan enggan tuk lagi bertemu kedua orang tuannya yang sekarang jatuh miskin. Satu hal yang dikatakan kakek itu dengan nada penyesalan bahwa kekayaan tidak bisa menjamin kebahagiaan seseorang, kekayaan malah seringkali membuyarkan arti sebenarnya dari cinta dan kebahagiaan. Namun kejadian itu menurut ceritanya memberikan hikmah yang luar biasa bagi dirinya dan istrinya, karena sebelum kejadian yang menyedihkan itu terjadi, kakek nenek ini sering bertengkar karena waktu untuk bersama selalu hampir tidak ada, ditambah lagi issue-issue yang merebak di lingkungan sosialnya bahwa sang kakek sering bermain wanita. Sekarang hal itu terjawab bahwa cinta mereka masih utuh, istrinya menjadi semangat bagi dirinya karena dengan cintanya sang istri selalu setia menemaninya walaupun kehidupannya tak seperti dulu. Kakek itu berkata bahwa cinta tulus istrinya adalah obat dari segala obat. Tiba-tiba kakek itu seperti ingat sesuatu – lalu ia mengambil sesuatu dari dalam laci di gerobaknya, sebuah buku notes harian yang dilapisi sampul kulit yang berwarna cokelat. Ternyata dirinya mau menunjukan sebuah puisi yang diberikan istrinya sewaktu masih belum menikah. Iapun memanggil istrinya, duduk disampingnya dan menunjukan padaku dengan membacanya, seperti ini puisi tersebut:
@};- SAMPAI KAKEK NENEK @};-
Kau tahu rasa ini takkan pernah pudar
Kau lain dari yang lain
Tak ada alasan tuk meninggalkanmu
Aku membutuhkanmu lebih dari kau membutukanku
Cantik adalah dirimu..............
Harum adalah dirimu.................
Indah adalah dirimu......................
Kau sepercik embun yang menetes disetiap pagiku
Kau kehangatan mentari di siang hariku
Kau bintang terang hatiku di setiap malamku
Mimpi-mimpi indah dalam tidurku
Belahan jiwaku...... Seseorang di hatiku....... Penghias hariku......
Jadikanlah aku menjadi bagian hidupmu
Menjadi pelita hatimu yang selalu menjagamu
Di sisa hidupku untuk selalu bersamamu
Hingga nanti sampai kakek nenek kita berdua
Duduk bersama menikmati secangkir teh
Yang senantiasa menghangatkan cinta kita
Kaulah cintaku dan Aku cintamu
Cinta kita tak terpisahkan......”
Setelah selesai dibaca, aku bilang sama mereka bahwa puisinya so weet sekali, dengan suara tersedu dan air mata yang menetes mereka mengucapkan “terima kasih nak”. Lalu kakek itu memegang tangan istrinya, memeluknya lalu mencium keningnya dan berkata: “aku kan setia bersamamu sampai maut memisahkan kita”.
 Dalam batin aku hanya bisa berkata: “wah indahnya cinta mereka, seperti film-film korea aja”hehehe...” Tak terasa gorengan di tanganku sudah habis kulahap, dan hujan sudah mulai reda. Orang-orang yang berteduh di tempat itupun satu persatu mulai pergi. Kuputuskan untuk juga beranjak, namun sebelumnya telah aku bayar gorengan yang aku makan kepada kakek tersebut. Sambil menyerahkan uang akupun berpamitan kepada kakek nenek itu, “ini kek - nek uang gorenganya, kembaliannya ambil aja, terima kasih kek atas sharing ceritanya aku yakin kedua anak kalian suatu saat akan mencari kalian, semoga Tuhan mempertemukan keluarga kalian dalam kebahagiaan yang tepat pada waktunya, kasih Tuhan menyertai kalian, amin.” ,”sudah ya kek – nek aku pamit dulu lain kali pasti mampir lagi”, lalu jawab kakek itu: “ya nak semoga Tuhan memberkatimu selalu jadi orang baik dan sukses”. Akupun mengucapkan terima kasih. Lalu kuambil sepeda motorku, kuhidupkan mesinnya, lalu sambil melambaikan tangan dan membunyikan klakson aku beranjak meninggalkan tempat itu untuk pulang.....:)

No comments:

Post a Comment