Tetaplah Disini ...

Di bawah matahari dan bintang
aku resah menunggu pelangi
kau buat jadi tak karuan
jangan hilang akal sehatku

Bila aku bermimpi dan meraih tanganmu
kemudian semua itu lenyap saat aku terjaga
berjalanlah di belakangku tanpa aku ketahui
tutup mataku dengan kedua tanganmu bisikanlah sesuatu
maka tak lagi aku bermimpi atau terjaga hanya kita

Biarkan aku melihat pelangi hadir di matamu
tanpa tertutup kabut di hatiku
biarkan kurasakan hangatnya mentari di pelukanmu
sisakan ruas di jemarimu biar aku menggengamnya erat
jangan kemana-mana lagi di sini saja temani aku
aku mohon, tetaplah disini.....


original word  by: tito asaito

Gadis Kecil Pemilik Kendi Yang Pecah

Gadis Kecil Pemilik Kendi Yang Pecah, original word By: Tito Asaito 

Pagi itu seorang gadis kecil memandangi kendi kesayangan yang pecah berserak di tanah, air didalamnya tumpah bercampur dengan tanah, terciprat keseluruh badan gadis itu sehingga membuat bajunya kotor. 


Ada seorang Nenek yang sedang melintas melihat gadis kecil itu dan  bertanya: 


"nak apa yang kamu lakukan, mengapa kamu hanya terus memandangi kendi yang pecah itu dan terdiam di situ?, bukankah kamu harus menyirami tanaman-tanaman dan sayuran di ladang?"


"jangan ganggu aku, tinggalkan aku sendirian!",
jawab gadis kecil itu.


Nenek itu kemudian bicara lagi, "Mengapa tidak kamu bersihkan saja  puing-puing pecahan kendi dan aku melihat di sana masih ada kendi-kendi yang baru, beranjaklah dan pakai kendi-kendi yang baru itu untuk menyirami”.

 
"Aku tak bisaaaa...!!! aku hanya bisa melakukannya dengan kendi kesayanganku, dan dia telah pecah!" jawab gadis kecil itu.


"Baik! tapi apa yang kamu lakukan saat ini?, dengan memandanginya saja, kendi itu tidak akan utuh kembali!" , ucap si nenek.


jawab gadis kecil: "beribu-ribu tahun aku telah memakai kendi itu, aku menggunakannya, melewati hari bersamanya menyirami bunga dan sayuran di ladang. jika hari ini kendi itu pecah, biarkan aku larut dalam waktuku untuk meratapinya, biarkan aku menikmati rasa pedihku!"

 
Ucap si Nenek: "Setiap hari Mentari terbit dari timur dan tenggelam di barat tapi tahukah kamu esok akan selalu datang.Pagi adalah sebuah harapan, jika saat ini kamu hanya menatap kendi itu dan tidak beranjak mengambil kendi yang baru, mengisinya dengan air dan segera menyiram tanaman dan sayuran di ladang, maka ketika kamu sudah tersadar di siang hari, kamu akan banyak lebih banyak kehilangan karena terik matahari akan segera membakar tanaman dan sayuran itu, tanpa bisa berfotosintesis dan tidak akan berbuah juga berbunga, maka kamu juga tidak akan menuai apa-apa, kamu tidak bisa memakan buah hasil ladangmu atau menghias meja tamumu dengan bunga-bunga yang indah lagi, kamu akan lebih kehilangan daripada kamu hanya kehilangan satu kendi kesayanganmu itu. 


Apakah kamu paham yang sedang terjadi saat ini?, 

kamu terlalu memberikan banyak hati hanya kepada kendi itu tanpa  kamu memberikan kesempatan kepada kendi-kendi yang lain.Kemelekatan membuat kamu hanya mampu melihat satu arah tanpa kamu bisa melihat dari perspektif yang berbeda.
kenikmatan semu dari sesal, penyesalan, kecewa, patah, dan kehancuran hati telah memanjakan, membuai, membelai jiwamu seakan-akan kamu mempunyai tambahan waktu sebelum kamu sadar.
Yang terpenting bukanlah kendi itu, yang harus kamu pahami adalah apa yang harus kamu lakukan.
Tanaman dan sayuran di ladang itu adalah lumbung berkatmu, jika saja kamu tidak mampu menjaga lumbung berkat itu, Sang Pemberi juga tidak akan mempercayakan berkat itu kepadamu lagi. 


Pelangi tidak akan hadir lagi di ladangmu, buah manis tidak akan lagi dirasakan lidahmu dan bunga tidak bisa kau cium bau harumnya.
Sadarlah nak!, Bersihkan semua puing-puing kendi itu dan Beranjaklah ambil kendi yang baru isilah air dan siramilah tanaman dan sayuran di ladangmu itu sebelum siang hari, sebelum ladangmu kering penuh tanaman mati”.


Jawab Gadis kecil: "Baik nenek semua yang engkau ucapkan benar adanya, yang harus aku lakukan bukan terpaku pada hal yang akan menghentikanku tetapi aku harus berbuat sesuatu untuk membuat semuanya tetap berjalan karena esok akan selalu ku jelang dan pelangi harus tetap hadir di ladangku, buah tetap aku bisa tuai, dan bunga tetap mengharumkan setiap hari-hariku, terima kasih nenek atas kasih yang kamu berikan sehingga aku tersadar”.

 
Gadis kecil itu lalu membersihkan puing-puing yang terserak dan mengambil air dengan kendi yang baru untuk  segera menyiram ladangnya, tiba-tiba sebuah cahaya terang melingkupi tempat itu dan angin berhembus sangat kencang. Ketika pandangan gadis kecil itu menengok ke arah nenek tadi, nenek itu sudah tidak ada. Yang ada hanya beberapa Bulu-bulu berwarna putih berjatuhan dari atas. 


tito_pangeran@yahoo.co.id
senandungmerdu.blogspot.com